watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

JANIN TAK BERDAYA

Aku dibilang anak dari keluarga broken home
sepertinya tidak bisa, walaupun ayah dan ibuku
bercerai saat aku baru saja diterima di perguruan
tinggi. Adanya ketidakcocokan serta
pertengkaran-pertengkaran yang sering kali
terjadi terpaksa meluluh-lantakkan pernikahan
mereka yang saat itu telah berusia 18 tahun
dengan aku sebagai putri tunggal mereka.

Keluargaku saat itu hidup berkecukupan. Ayahku
yang berkedudukan sebagai seorang pejabat
teras sebuah departemen memang memberikan
nafkah yang cukup bagiku dan ibuku, walaupun
ia bekerja secara jujur dan jauh dari korupsi, tidak
seperti pejabat-pejabat lain pada umumnya.
Dari segi materi, memang aku tidak memiliki
masalah, begitu pula dari segi fisikku. Kuakui,
wajahku terbilang cantik, mata indah, hidung
bangir, serta dada yang membusung walau tidak
terlalu besar ukurannya. Semua itu ditambah
dengan tubuhku yang tinggi semampai, sedikit
lebih tinggi dari rata-rata gadis seusiaku, memang
membuatku lebih menonjol dibandingkan yang
lain. Bahkan aku menjadi mahasiswi baru
primadona di kampus.
Akan tetapi karena pengawasan orang tuaku yang
ketat, di samping pendidikan agamaku yang
cukup kuat, aku menjadi seperti anak mama.

Tidak seperti remaja-remaja pada umumnya, aku
tidak pernah pergi keluyuran ke luar rumah tanpa
ditemani ayah atau ibu.
Namun setelah perceraian itu terjadi, dan aku ikut
ibuku yang menikah lagi dua bulan kemudian
dengan duda berputra satu, seorang pengusaha
restoran yang cukup sukses, aku mulai berani
pergi keluar rumah tanpa didampingi salah satu
dari orang tuaku. Itupun masih jarang sekali.
Bahkan ke diskotik pun aku hanya pernah satu
kali. Itu juga setelah dibujuk rayu oleh seorang
laki-laki teman kuliahku. Setelah itu aku kapok.
Mungkin karena baru pertama kali ini aku pergi ke
diskotik, baru saja duduk sepuluh menit, aku
sudah merasakan pusing, tidak tahan dengan
suara musik disko yang bising berdentam-
dentam, ditambah dengan bau asap rokok yang
memenuhi ruangan diskotik tersebut.
"Don, kepala gue pusing. Kita pulang aja yuk."
"Alaa, Mer. Kita kan baru sampai di sini. Masa
belum apa-apa udah mau pulang. Rugi kan.

Lagian kan masih sore."
"Tapi gue udah tidak tahan lagi."
"Gini deh, Mer. Gue kasih elu obat penghilang
pusing."
Temanku itu memberikanku tablet yang
berwarna putih. Aku pun langsung menelan obat
sakit kepala yang diberikannya.
"Gimana sekarang rasanya? Enak kan?"
Aku mengangguk. Memang rasanya kepalaku
sudah mulai tidak sakit lagi. Tapi sekonyong-
konyong mataku berkunang-kunang. Semacam
aliran aneh menjalari sekujur tubuhku. Antara
sadar dan tidak sadar, kulihat temanku itu
tersenyum. Kurasakan ia memapahku keluar
diskotik. "Ini cewek lagi mabuk", katanya kepada
petugas keamanan diskotik yang menanyainya.

Lalu ia menjalankan mobilnya ke sebuah motel
yang tidak begitu jauh dari tempat itu.
Setiba di motel, temanku memapahku yang
terhuyung-huyung masuk ke dalam sebuah
kamar. Ia membaringkan tubuhku yang tampak
menggeliat-geliat di atas ranjang. Kemudian ia
menindih tubuhku yang tergeletak tak berdaya di
kasur. Temanku dengan gemas mencium bibirku
yang merekah mengundang. Kedua belah buah
dadaku yang ranum dan kenyal merapat pada
dadanya. Darah kelaki-lakiannya dengan cepat
semakin tergugah untuk menggagahiku.
"Ouuhhh... Don!" desahku.
Temanku meraih tubuhku yang ramping.

www.ceritaindo.sextgem.com Ia
segera mendekapku dan mengulum bibirku yang
ranum. Lalu diciuminya bagian telinga dan
leherku. Aku mulai menggerinjal-gerinjal.
Sementara itu tangannya mulai membuka satu
persatu kancing blus yang kupakai. Kemudian
dengan sekali sentakan kasar, ia menarik lepas tali
BH-ku, sehingga tubuh bagian atasku terbuka
lebar, siap untuk dijelajahi. Tangannya mulai
meraba-raba buah dadaku yang berukuran cukup
besar itu. Terasa suatu kenikmatan tersendiri pada
syarafku ketika buah dadaku dipermainkan
olehnya. "Don... Ouuhhh... Ouuhhh..." rintihku
saat tangan temanku sedang asyik menjamah
buah dadaku.
Tak lama kemudian tangannya setelah puas
berpetualang di buah dadaku sebelah kiri, kini
berpindah ke buah dadaku yang satu lagi,
sedangkan lidahnya masih menggumuli lidahku
dalam ciuman-ciumannya yang penuh desakan
nafsu yang semakin menjadi-jadi. Lalu ia
menanggalkan celana panjangku.

Tampaklah
pahaku yang putih dan mulus itu. Matanya
terbelalak melihatnya. Temanku itu mulai
menyelusupkan tangannya ke balik celana
dalamku yang berwarna kuning muda. Dia mulai
meremas-remas kedua belah gumpalan pantatku
yang memang montok itu.
"Ouh... Ouuh... Jangan, Don! Jangan! Ouuhhh..."
jeritku ketika jari-jemari temanku mulai
menyentuh bibir kewanitaanku. Namun jeritanku
itu tak diindahkannya, sebaliknya ia menjadi
semakin bergairah. Ibu jarinya mengurut-urut
klitorisku dari atas ke bawah berulang-ulang. Aku
semakin menggerinjal-gerinjal dan berulang kali
menjerit.

Kepala temanku turun ke arah dadaku. Ia
menciumi belahan buah dadaku yang laksana
lembah di antara dua buah gunung yang
menjulang tinggi. Aku yang seperti tersihir,
semakin menggerinjal-gerinjal dan merintih
tatkala ia menciumi ujung buah dadaku yang
kemerahan. Tiba-tiba aku seperti terkejut ketika
lidahnya mulai menjilati ujung puting susuku
yang tidak terlalu tinggi tapi mulai mengeras dan
tampak menggiurkan. Seperti mendapat
kekuatanku kembali, segera kutampar wajahnya.
Temanku itu yang kaget terlempar ke lantai. Aku
segera mengenakan pakaianku kembali dan
berlari ke luar kamar. Ia hanya terpana
memandangiku. Sejak saat itu aku bersumpah
tidak akan pernah mau ke tempat-tempat seperti
itu lagi.

Sudah dua tahun berlalu aku dan ibuku hidup
bersama dengan ayah dan adik tiriku, Rio, yang
umurnya tiga tahun lebih muda dariku.
Kehidupan kami berjalan normal seperti layaknya
keluarga bahagia. Aku pun yang saat itu sudah di
semester enam kuliahku, diterima bekerja sebagai
teller di sebuah bank swasta nasional papan atas.
Meskipun aku belum selesai kuliah, namun berkat
penampilanku yang menarik dan keramah-
tamahanku, aku bisa diterima di situ, sehingga
aku pun berhak mengenakan pakaian seragam
baju atas berwarna putih agak krem, dengan
blazer merah yang sewarna dengan rokku yang
ujungnya sedikit di atas lutut.
Sampai suatu saat, tiba-tiba ibuku terkena
serangan jantung. Setelah diopname selama dua
hari, ibuku wafat meninggalkan aku. Rasanya
seperti langit runtuh menimpaku saat itu. Sejak
itu, aku hanya tinggal bertiga dengan ayah tiriku
dan Rio.

Sepeninggal ibuku, sikap Rio dan ayahnya mulai
berubah. Mereka berdua beberapa kali mulai
bersikap kurang ajar terhadapku, terutama Rio.
Bahkan suatu hari saat aku ketiduran di sofa
karena kecapaian bekerja di kantor, tanpa kusadari
ia memasukkan tangannya ke dalam rok yang
kupakai dan meraba paha dan selangkanganku.
Ketika aku terjaga dan memarahinya, Rio malah
mengancamku. Kemudian ia bahkan melepaskan
celana dalamku. Tetapi untung saja, setelah itu ia
tidak berbuat lebih jauh. Ia hanya memandangi
kewanitaanku yang belum banyak ditumbuhi
bulu sambil menelan air liurnya. Lalu ia pergi
begitu saja meninggalkanku yang langsung saja
merapikan pakaianku kembali. Selain itu, Rio
sering kutangkap basah mengintip tubuhku yang
bugil sedang mandi melalui lubang angin kamar
mandi. Aku masih berlapang dada menerima
segala perlakuan itu. Pada saat itu aku baru saja
pulang kerja dari kantor. Ah, rasanya hari ini lelah
sekali. Tadi di kantor seharian aku sibuk melayani
nasabah-nasabah bank tempatku bekerja yang
menarik uang secara besar-besaran. Entah karena
apa, hari ini bank tempatku bekerja terkena rush.

Ingin rasanya aku langsung mandi. Tetapi kulihat
pintu kamar mandi tertutup dan sedang ada
orang yang mandi di dalamnya. Kubatalkan
niatku untuk mandi. Kupikir sambil menunggu
kamar mandi kosong, lebih baik aku berbaring
dulu melepaskan penat di kamar. Akhirnya
setelah melepas sepatu dan menanggalkan blazer
yang kukenakan, aku pun langsung
membaringkan tubuhku tengkurap di atas kasur
di kamar tidurnya. Ah, terasa nikmatnya tidur di
kasur yang demikian empuknya. Tak terasa,
karena rasa kantuk yang tak tertahankan lagi, aku
pun tertidur tanpa sempat berubah posisi.
Aku tak menyadari ada seseorang membuka
pintu kamarku dengan perlahan-lahan, hampir tak
menimbulkan suara. Orang itu lalu dengan
mengendap-endap menghampiriku yang masih
terlelap. Kemudian ia naik ke atas tempat tidur.
Tiba-tiba ia menindih tubuhku yang masih
tengkurap, sementara tangannya meremas-
remas belahan pantatku. Aku seketika itu juga
bangun dan meronta-ronta sekuat tenaga.

Namun orang itu lebih kuat, ia melepaskan rok
yang kukenakan. Kemudian dengan secepat kilat,
ia menyelipkan tangannya ke dalam celana
dalamku. Dengan ganasnya, ia meremas-remas
gumpalan pantatku yang montok. Aku semakin
memberontak sewaktu tangan orang itu mulai
mempermainkan bibir kewanitaanku dengan
ahlinya. Sekali-sekali aku mendelik-delik saat jari
telunjuknya dengan sengaja berulang kali
menyentil-nyentil klitorisku.
"Aahh! Jangaann! Aaahh...!" aku berteriak-teriak
keras ketika orang itu menyodokkan jari telunjuk
dan jari tengahnya sekaligus ke dalam
kewanitaanku yang masih sempit itu, setelah
celana dalamku ditanggalkannya. Akan tetapi ia
mengacuhkanku. Tanpa mempedulikan aku yang
terus meronta-ronta sambil menjerit-jerit
kesakitan, jari-jarinya terus-menerus merambahi
lubang kenikmatanku itu, semakin lama semakin
tinggi intensitasnya.

Aku bersyukur dalam hati waktu orang itu
menghentikan perbuatan gilanya. Akan tetapi
tampaknya itu tidak bertahan lama. Dengan
hentakan kasar, orang itu membalikkan tubuhku
sehingga tertelentang menghadapnya. Aku
terperanjat sekali mengetahui siapa orang itu
sebenarnya.
"Rio... Kamu..." Rio hanya menyeringai buas.
"Eh, Mer. Sekarang elu boleh berteriak-teriak
sepuasnya, tidak ada lagi orang yang bakalan
menolong elu. Apalagi si nenek tua itu sudah
mampus!"
Astaga Rio menyebut ibuku, ibu tirinya sendiri,
sebagai nenek tua. Keparat.
"Rio! Jangan, Rio! Jangan lakukan ini! Gue kan
kakak elu sendiri! Jangan!"
"Kakak? Denger, Mer. Gue tidak pernah nganggap
elu kakak gue. Siapa suruh elu jadi kakak gue.

Yang gue tau cuma papa gue kimpoi sama nenek
tua, mama elu!"
"Rio!"
"Elu kan cewek, Mer. Papa udah ngebiayain elu
hidup dan kuliah. Kan tidak ada salahnya gue
sebagai anaknya ngewakilin dia untuk meminta
imbalan dari elu. Bales budi dong!"
"Iya, Rio. Tapi bukan begini caranya!"
"Heh, yang gue butuhin cuman tubuh molek elu,
tidak mau yang lain. Gue tidak mau tau, elu mau
kasih apa tidak!"
"Errgh..."
Aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Mulut Rio
secepat kilat memagut mulutku. Dengan
memaksa ia melumat bibirku yang merekah itu,
membuatku hampir tidak bisa bernafas. Aku
mencoba meronta-ronta melepaskan diri. Tapi
cekalan tangan Rio jauh lebih kuat, membuatku
tak berdaya. "Akh!" Rio kesakitan sewaktu kugigit
lidahnya dengan cukup keras. Tapi, "Plak!" Ia
menampar pipiku dengan keras, membuat
mataku berkunang-kunang. Kugeleng-gelengkan
kepalaku yang terasa seperti berputar-putar.
Tanpa mau membuang-buang waktu lagi, Rio
mengeluarkan beberapa utas tali sepatu dari
dalam saku celananya. Kemudian ia
membentangkan kedua tanganku, dan
mengikatnya masing-masing di ujung kiri dan
kanan tempat tidur. Demikian juga kedua kakiku,
tak luput diikatnya, sehingga tubuhku menjadi
terpentang tak berdaya diikat di keempat arah.

Oleh karena kencangnya ikatannya itu, tubuhku
tertarik cukup kencang, membuat dadaku tambah
tegak membusung. Melihat pemandangan yang
indah ini membuat mata Rio tambah menyalang-
nyalang bernafsu.
Tangan Rio mencengkeram kerah blus yang
kukenakan. Satu persatu dibukanya kancing
penutup blusku. Setelah kancing-kancing blusku
terbuka semua, ditariknya blusku itu ke atas.

Kemudian dengan sekali sentakan, ditariknya
lepas tali pengikat BH-ku, sehingga buah dadaku
yang membusung itu terhampar bebas di
depannya.
"Wow! Elu punya toket bagus gini kok tidak
bilang-bilang, Mer! Auum!" Rio langsung melahap
buah dadaku yang ranum itu. Gelitikan-gelitikan
lidahnya pada ujung puting susuku membuatku
menggerinjal-gerinjal kegelian. Tapi aku tidak
mampu berbuat apa-apa. Semakin keras aku
meronta-ronta tampaknya ikatan tanganku
semakin kencang. Sakit sekali rasanya tanganku
ini. Jadi aku hanya membiarkan buah dada dan
puting susuku dilumat Rio sebebas yang ia suka.

Aku hanya bisa menengadahkan kepalaku
menghadap langit-langit, memikirkan nasibku
yang sial ini.
"Aaarrghh... Rio! Jangaannn..!" Lamunanku buyar
ketika terasa sakit di selangkanganku. Ternyata Rio
mulai menghujamkan kemaluannya ke dalam
kewanitaanku. Tambah lama bertambah cepat,
membuat tubuhku tersentak-sentak ke atas.
Melihat aku yang sudah tergeletak pasrah,
memberikan rangsangan yang lebih hebat lagi
pada Rio. Dengan sekuat tenaga ia menambah
dorongan kemaluannya masuk-keluar dalam
kewanitaanku. Membuatku meronta-ronta tak
karuan.

"Urrgh..." Akhirnya Rio sudah tidak dapat
menahan lagi gejolak nafsu di dalam tubuhnya.
Kemaluannya menyemprotkan cairan-cairan
putih kental di dalam kewanitaanku. Sebagian
berceceran di atas sprei sewaktu ia mengeluarkan
kemaluannya, bercampur dengan darah yang
mengalir dari dalam kewanitaanku, menandakan
selaput daraku sudah robek olehnya. Karena
kelelahan, tubuh Rio langsung tergolek di
samping tubuhku yang bermandikan keringat
dengan nafas terengah-engah.
"Braak!" Aku dan Rio terkejut mendengar pintu
kamar terbuka ditendang cukup keras. Lega
hatiku melihat siapa yang melakukannya.
"Papa!"
"Rio! Apa-apa sih kamu ini?! Cepat kamu bebaskan
Merry!"
Ah, akhirnya neraka jahanam ini berakhir juga,
pikirku. Rio mematuhi perintah ayahnya. Segera
dibukanya seluruh ikatan di tangan dan kakiku.
Aku bangkit dan segera berlari menghambur ke
arah ayah tiriku.
"Sudahlah, Mer. Maafin Rio ya. Itu kan sudah
terjadi", kata ayah tiriku menenangkan aku yang
terus menangis dalam dekapannya.
"Tapi, Pa. Gimana nasib Meriska? Gimana, Pa?
Aaahh... Papaa!" tangisanku berubah menjadi
jeritan seketika itu juga tatkala ayah tiriku
mengangkat tubuhku sedikit ke atas kemudian ia
menghujamkan kemaluannya yang sudah
dikeluarkannya dari dalam celananya ke dalam
kewanitaanku.
"Aaahh... Papaa... Jangaaan!" Aku meronta-ronta
keras. Namun dekapan ayah tiriku yang begitu
kencang membuat rontaanku itu tidak berarti apa-
apa bagi dirinya. Ayah tiriku semakin ganas
menyodok-nyodokkan kemaluannya ke dalam
kewanitaanku. Ah! Ayah dan anak sama saja,
pikirku, begitu teganya mereka menyetubuhi anak
dan kakak tiri mereka sendiri.

Aku menjerit panjang kesakitan sewaktu Rio yang
sudah bangkit dari tempat tidur memasukkan
kemaluannya ke dalam lubang anusku. Aku
merasakan rasa sakit yang hampir tak
tertahankan lagi. Ayah dan kakak tiriku itu sama-
sama menghunjam tubuhku yang tak berdaya
dari kedua arah, depan dan belakang. Akibat
kelelahan bercampur dengan kesakitan yang tak
terhingga akhirnya aku tidak merasakan apa-apa
lagi, tak sadarkan diri. Aku sudah tidak ingat lagi
apakah Rio dan ayahnya masih mengagahiku
atau tidak setelah itu.
Beberapa bulan telah berlalu. Aku merasa mual
dan berkali-kali muntah di kamar mandi. Akhirnya
aku memeriksakan diriku ke dokter. Ternyata aku
dinyatakan positif hamil. Hasil diagnosa dokter ini
bagaikan gada raksasa yang menghantam
wajahku. Aku mengandung? Kebingungan-
kebingungan terus-menerus menyelimuti
benakku. Aku tidak tahu secara pasti, siapa ayah
dari anak yang sekarang ada di kandunganku ini.

Ayah tiriku atau Rio. Hanya mereka berdua yang
pernah menyetubuhiku. Aku bingung, apa status
anak dalam kandunganku ini. Yang pasti ia adalah
anakku. Lalu apakah ia juga sekaligus adikku alias
anak ayah tiriku? Ataukah ia juga sekaligus
keponakanku sebab ia adalah anak adik tiriku
sendiri?
Tolongkah aku, wahai pembaca yang budiman!


Adult | GO HOME | Exit
1/1953
U-ON

inc Powered by Xtgem.com